Minggu, 26 Januari 2014

ANALISIS TABEL

KESIMPULAN DARI PENGAMATAN

UJI LEMAK DAN UJI AMILUM

UJI GLUKOSA DAN UJI PROTEIN

ALAT DAN BAHAN

HASIL DARI UJI LEMAK

TABEL PENGAMATAN

Selasa, 14 Januari 2014

TUGAS 3: PENYEMBUHAN MENYELURUH PENYAKIT PADA HEWAN


    A.  Kelainan pada Jaringan Hewan

1  1.      Rabies
Merupakan penyakit hewan menular yang disebabkan oleh virus dan dapat menular pada orang. Karena itu, rabies di kategorikan sebagai penyakit zoonotik. Agen penyebab penyakit ini memiliki daya tarik kuat untuk menginfeksi jaringan saraf yang menyebabkan terjadinya peradangan pada otak atau ensefalitis, sehingga berakibat fatal bagi hewan ataupun manusia yang tertular. Sejak lama penyakit ini telah dikenal oleh masyarakat dan diketahui telah tersebar secara luas di berbagai belahan dunia, bahkan daerah penyebarannya dari waktu ke waktu selalu bertambah luas. Salah satu bukti telah dikenalnya secara luas di dunia adalah dengan disebutnya penyakit ini dalam berbagai bahasa sesuai dengan bahasa masyarakat setempat dimana penyakit ini ditemukan. Istilah yang paling umum dipakai secara internasional adalah rabies. Asal kata rabies sendiri dari bahasa latin rabere atau rabbia. Istilah latin yang kemudian berkembang menjadi sebutan rabies ini pada awal mulanya diperkirakan berasal dari bahasa Sansekreta kuno rabhas yang berarti mengamuk, karena gejala klinis terutama pada anjing ditandai oleh keganasan gejala yang nyata dan menakutkan.
Morbiditas utama akibat gigitan hewan adalah infeksi atau luka parut. Rabies harus dipikirkan pada setiap gigitan hewan berdarah panas, tetapi hampir tidak terdapat pada populasi hewan domestik di Amerika Serikat. Rabies terdapat pada hewan liar, terutama kelelawar, rakun, dan sigung atau anjing dari Meksiko atau Amerika Latin, Asia, atau Afrika. Rabies sangat jarang ditemukan pada hewan pengerat (seperti bajing, tikus, atau mencit).


2.      Paralisa



Paralisa  adalah suatu kelumpuhan dikarenakan gangguan pada saraf obturatoria yang pada akhirnya satu atau dua kaki belakang lumpuh dan hewan tidak bisa berdiri. Paralisa biasanya terjadi pada sapi terutama sapi perah yang mempunyai produksi susu tinggi tetapi bisa juga terjadi pada kuda, kambing, domba dan anjing.Penyebab utama kasus ini karena kusulitan melahirkan pada hewan betina tetapi bisa juga pada hewan bunting tua karena fetus yang mendesak saraf obturatoria. Luka saraf obturatoria bias juga terjadi karena fraktura tulang pelvis, adanya pertumbuhan tulang baru(Callus) dari pelvis yangmengalami fraktur atau adanya tumor pada tulang pelvis. Pada saat terjadi distokia dimana penanganannya kurang tepat atau fetus lama berada di jalan lahir sehingga menekan saraf ini akan menyebabkan paralisa. Setelah partus bila gangguan saraf terjadi pada salah satu kaki (Unilateral) hewan masih bias berdiri walau sempoyongan tetapi ketika terjadi pada kedua kaki belakang induk tidak bias berdiri. Bila penyakitnya masih kut hewan masih mau memamahbiak, nafsu makan normal dan pernafasan dan denyut jantung juga normal.
     Kesembuhan tergantung penyebabnya bila dikarenakan fraktur tulang pelvis akan menyebabkan gangguan saraf yang berat, dan penyembuhan sangat sukar. Bila adanya tumor pada tulang pelvis penanganan operatif juga sukar.
 Pengobatan ditujukan pada pemberian pakan dengan ransum yang baik. Jika induk masih bisa berdiri walaupun harus di bantun sapi harus sering dilatih berdiri sampai sapi bisa berdiri normal lagi. Untuk mencegah komplikasi adanya luka di sekitar kaki karena hewan berbaring maka pemberian bedding berupa jerami kering perlu dilakukan dan juga pembalikan badan kekanan kekiri untuk mencegah dekubitas.


      3.      Kemajiran


Kemajiran adalah suatu keadaan yang ditandai proses reproduksi yang tidak berjalan secara normal disebabkan oleh satu atau banyak faktor, yang terjadi baik pada ternak betina maupun jantan. Efisiensi  reproduksi pada sapi dianggap baik bila angka kebuntingan dapat mencapai 65%-75%; jarak antar melahirkan tidak melebihi 12 bulan atau 365 hari; waktu melahirkan sampai terjadinya kebuntingan kembali 60-90 hari; Angka perkawinan per kebuntingan 1,65 dan angka kelahiran 45%-65% (Hardjopranjoto 1995). Kasus gangguan reproduksi sudah merupakan hal yang umum terjadi pada semua peternakan dimanapun peternakan itu berada, walaupun telah dilakukan penanggulangan dengan teknik yang mutakhir seperti halnya di negara-negara yang telah maju. Ada banyak faktor yang menyebabkan gangguan proses reproduksi pada ternak, faktor tersebut dapat dibagi dalam 6 kelompok, yaitu :
1.      Kelompok ternak yang menderita gangguan keseimbangan hormon, khususnya hormon reproduksi, gangguan hormonal tersebut bisa disebabkan oleh berbagai sebab, seperti kurangnya makanan berkualitas atau bergizi yang diperlukan pada masa pertumbuhan ternak tersebut dan bisa juga karena kondisi lingkungan yang kurang mendukung bagi ternak yang ingin dikembangkan.
2.      Kelompok ternak yang memperoleh pengelolaan yang kurang baik atau kurang perawatan (salah urus) oleh pemiliknya. Pengelolaan yang kurang baik dapat terjadi misalnya tindakan deteksi birahi yang kurang baik, pemberian pakan yang kurang baik secara kuantitas maupun kualitas, ternak tidak pernah dikeluarkan dari kandang sehingga kurang bergerak, kondisi kandang yang terlalu sempit, tertutup dan lembab, serta berbagai sebab dan perlakuan yang dapat menyebabkan ternak mengalami gangguan pada masa pertumbuhannya.
3.      Kelompok ternak yang menderita penyakit yang menyebabkan terjadinya gangguan pada organ-organ reproduksinya, berbagai agen penyakit yang menyebabkan gangguan reproduksi seperti :
a.       Bakteri (Brucellosis, Vibriosis, Leptospirosis, Listeriosis).
b.      Virus (IBR, IPV, BVD, Blue Tongue dan Epivag)
c.       Infeksi Protozoa (Trichomoniasis).
d.      Infeksi Jamur (Aspergilosis).
e.       Infeksi yang lain termasuk mikoplasma (Micoplasma).
4.      Kelompok ternak yang menderita kelainan anatomi pada organ reproduksi yang bersifat menurun (genetik).
5.      Kelompok ternak yang menderita kelainan patologi pada organ reproduksi, bisa akibat agen penyakit maupun traumatik karena kesalahan perlakuan pada organ reproduksi.
6.      Kelompok ternak yang dipengaruhi oleh lingkungan yang kurang mendukung, kondisi perkandangan maupun konsi alam diluar kandang yang kurang pas untuk pengembangan jenis ternak sapi tertentu.

Dalam mempengaruhi proses reproduksi faktor diatas dapat bersifat tunggal namun dapat pula bersifat majemuk, kasus gangguan reproduksi ini kadang tanda-tanda kemunculannya dapat diamati dengan jelas seperti sapi tidak mengalami birahi pada perkiraan masa umurnya untuk birahi, tetapi tidak jarang kondisi atau tanda-tanda ini tidak teramati atau sukar di kenali oleh peternak/pemiliknya, sehingga gangguan reproduksi tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi peternak



4.      Penyakit Mulut atau Penyakit Kuku
Penyakit Mulut atau Penyakit Kuku adalah penyakit akut dan sangat menular pada sapi, kerbau, kambing domba dan hewan berkuku genap lainnya. Infeksi ditandai dengan pembentukan lepuh, lekuk koroner kaki dan puting susu. Penyebab dari penyakit ini adalah virus.
 Keganasan virus tergantung dari umur hewan dan adaptasi ke suatu jenis hewan. Virus akan tahan berbulan-bulan pada jaringan seperti darah, sumsum, limfa. Sedangkan pada jaringan daging virus cepat mati karena cepat mengalami pengasaman. Virus tidak tahan terhadap pH asam dan alkalis, panas, sinar ultraviolet dan beberapa zat kimia dan desinfektan. Virus dapat tahan berbulan –bulan pada bahan yang mengandung protein, tahan kekeringan dan dingin. Gejala penyakit menyerang adalah tubuh lesu, suhu tubuh mencapai 41 celcius, nafsu makan berkurang, enggan berdiri, penyusutan berat badan, penurunan produksi susu.
            Tanda-tanda khas : lepuh-lepuh berupa penonjolan bulat yang berisi cairan seperti limfa. Lepuh primer mulai terlihat 1-5 hari setelah infeksi dapat tersebar di ruang mulut, terutama lidah sebelah atas, bibir sebelah dalam, gusi, selaput lendir mata.
 Luka-luka pada kaki menyebabkan hewan enggan berdiridan kuku dapat terlepas, sedang luka pada lidah menyebabkan hewan enggan makan.
 Gangguan lainnya : gangguan pernafasan kronis, infeksi kronis pada kuku.
 Kelainan yang terjadi pasca kematian terjadi lepuh pada bagian perut, mulut dan bisa terjadi kelainan pada jantung.